Rabu, 02 November 2011

Game Harga Diri




Baru saja saya mengalami kisah yang cukup menarik (menurut saya hehe). Beberapa waktu yang lalu, saya dan teman2 fitness saya mempunyai suatu permainan "Harga Diri". Permainannya cukup simple dan menarik. Setiap kami difoto dalam keadaan telanjang dada (kami para pria, jadi bagi saya ini bukan tindakan senonoh). Lalu kami memasang target waktu 3bulan untuk melakukan transformasi pada badan atau penampilan fisik kita. Tidak harus sampai sixpack dan berotot seperti atlit binaraga, tetapi kami ingin mempunyai penampilan fisik yang lebih baik dari sebelumnya. Beberapa dari kami yang kurus ingin membuat badan kami lebih berisi, sedangkan beberapa dari kami yang gemuk berusaha untuk lebih kurus lagi. So that's simple, right? Tetapi, setiap kami yang ikut permainan ini dan tidak mengalami perubahan (dilihat dari foto before-after), maka foto kami akan di post di jejaring sosial facebook. hehehe bayangkan betapa malunya diri kita kalo foto telanjang dada kita di pajang di facebook hehe :)

Singkat cerita teman kami si X, tidak mengalami perubahan yang signifikan. Jelas saja tidak mengalami perubahan, ia tidak bisa mengontrol apa yang masuk dalam tubuhnya (pola makannya) dan ia juga tidak mau bekerja keras untuk menguras habis lemak dalam tubuhnya. Ya ia tergolong gemuk. Setiap kami sering mengingatkan teman kami si X untuk menjaga makan dan fitness. Lebih dari sekedar penampilan fisik yang baik, kami ingin teman kami si X agar lebih sehat lagi. Saya pribadi terkadang membayangkan si X 10-20 tahun ke depan, ia akan menjadi sosok pria yang sangat gemuk dan rentan akan penyakit. Pertanyaan saya, bagaimana ia bisa memuliakan Tuhan lewat hidupnya? Saat Tuhan ingin mengutusnya, apakah ia pasti dalam kondisi yang fit? (saya melihat ini dari fakta bahwa orang obesitas/gemuk, mengidap banyak penyakit dalam tubuhnya, dimana sewaktu2 ia bisa kehilangan nyawanya). Lalu apabila ia benar-benar mengasihi Allah, apakah ia tidak menjaga bait Allah itu sendiri?! Bagaimana bila suatu saat nanti ia berkeluarga dan dia menjadi orang yang sakit-sakitan?! Siapa yang akan memberi nafkah anak dan istrinya?! Ya itu hanyalah sedikit dari pemikiran saya tentang teman saya si X.

Jujur saja, saya sangat mengasihi si X. Dia merupakan salah satu sahabat yang sangat baik dan enak untuk diajak sharing. Ia merupakan sosok yang rendah hati. Ia juga saya anggap sebagai saudara sendiri. Karena saya berharap suatu hari nanti, saya bisa melayani Tuhan bersama-sama dengan dia. Tapi seringkali saya memang menasehati dan "menghina" dia agar dia lebih baik lagi (secara fisik khususnya). Beberapa kali saya lakukan hal ini, tetapi tidak ampuh menurut saya. Dia sudah enjoy dengan kehidupannya. Ya saya bukanlah sosok sempurna dan suci. Saya memang terkadang menghina dia karena fisiknya yang gemuk. Sekarang tentu saya sudah tidak pernah menghina dia lagi. Karena apa?! Karena saya tahu semuanya sia2. Saya juga sadar bahwa hinaan tidak membangun seseorang. Saya juga belajar dari pengalaman ini. Baiklah sekarang kembali ke pembahasan.

Singkat cerita, si X yang kalah, memposting fotonya sendiri di facebook. WOW.....Bagi saya ini merupakan tindakan gentle. Ia sendiri mengambil keputusan dan tanggungjawab untuk apa yang sudah ia lakukan. Tetapi permasalah muncul, saat seorang teman dari si X, dimana ia juga teman saya, melakukan update status di Blackberry-nya, bahwa "teman sejati tidak akan menghina temannya di depan umum." ! Ini jelas ditujukan untuk setiap kami yang terlibat dalam permainan ini. Sakit hati?! Jelas....! Mengapa seorang teman bisa mengatakan bahwa kami ini bukan teman sejati?! Apakah dialah teman sejati?! Apakah teman sejati melakukan update status seperti itu?! Saya rasa juga tidak. Tapi apapun itu, saya cukup terkejut dengan tindakan kawan saya itu, sebut saja si A. Saat saya mencoba untuk mengkonfirmasi mengapa ia melakukan update status seperti itu, inti yang ingin ia sampaikan adalah apabila si X sudah post di Facebook, alangkah baiknya temannya (kami) meminta si X untuk menghapus, krn si X sudah cukup dipermalukan di facebook. Tetapi yang saya bingungkan, kalo memang dia berniat agar kami meminta si X menghapus, harusnya si A bisa langsung berbicara pada kita kan?! Sungguh aneh dan nyata.

Singkat cerita (maaf sudah terlalu panjang, saya hargai kalo kalian mau melanjutkan membaca hehehe), saya juga meminta maaf pada si A kalo saya ada salah selama ini (Meskipun saya sambil berpikir, apa salah saya ya?! hehehe). Lalu si A juga meminta maaf krn update statusnya membuat hubungan kami tidak baik. Masalah selesai...

Ya masalah antara kita berdua (saya dan si A sudah selesai), tetapi yang ingin saya bahas lebih dalam adalah permasalahan antara diri saya sendiri ! Saya begitu emosi, jengkel, panas hati, rasanya saya ingin teriak dan memukul sesuatu (pinginnya memukul air, krn air tidak pernah membalas, dan saat air dipukul, tidak terasa sakit hehehe). Ya intinya saya begitu marah. Pada siapa?! Saya juga bingung pada siapa. Saya merasa bahwa saya sudah mengampuni si A karena tindakannya. Tetapi saya sadari bahwa ternyata yang saya rasakan adalah luka dalam hati saya sendiri. Saya rasa kalian juga pernah mengalami hal yang sama. Meskipun tidak sama seperti yang saya kisahkan di atas, tapi setidaknya Anda pernah mengalami sakit hati dengan seseorang. Anda sudah berdoa dan melepaskan pengampunan, tetapi masih ada sesak dalam hati ini. Ya itu adalah luka. Saat Anda berkelahi, biasanya ada luka dan itu harus disembuhkan. Siapa yang dapat menyembuhkan luka tersebut? Hanya Anda sendiri dan Tuhan. Mulailah berlutut dihadapannya meminta mohon ampun atas setiap dosa kalian, dan belajarlah untuk mentaati Dia. Satu hal simple yang saya belajar dari pengalaman di atas adalah saya tidak hanya mengampuni dia, tapi saya juga harus belajar mengasihi teman saya tersebut. Saya harus mengasihi teman saya seperti saya mengasihi diri saya sendiri. Karena hanya dengan cara inilah saya baru bisa mengasihi Tuhan Allah. Seperti yang dikatakan dalam firman-Nya, bahwa kita tidak bisa bilang mengasihi Allah, kalo kita membenci sesama kita.

Untuk teman saya si X, setiap kali saya menasehati dia, itu hanya bukti dari kasih dan kepedulian saya terhadap dia. Saya bukanlah seseorang yang membungkus pukulan dengan ciuman. Apabila saya merasa perlu menghajar teman saya agar lebih baik, saya akan menghajarnya, tapi semua kembali pada dia. Repson apa yang akan dia lakukan setelah saya "menghajar"nya. Membenci saya? Atau mengasihi saya kembali. Seorang ayah mengasihi ananknya dengan menghajarnya. Dan apabila ada seorang ayah yang tidak pernah menghajar anaknya, berarti tidak ada kasih dalam hati ayah tersebut.

Untuk teman saya si A, saya akan terus belajar mengasihi dia. Susah memang karena apa yang telah ia lakukan bagi saya sudah cukup keterlaluan. Tapi saya juga belajar bahwa saya terkadang juga melakukan kesalahan. Jadi sebenarnya kami sama2 manusia biasa yang sering melakukan kesalahan dan dosa. Karena itu mulai saat ini saya akan terus berdoa dan mengasihi dia. That's my promise. What's yours?

2 komentar:

  1. Tulisan yg menarik. Thx utk sharing. Saya bagikan tulisan ini jg di group FB ABKINDO (Asosiasi Blogger Kristen Indonesia)http://www.facebook.com/groups/213612198712608/#!/groups/294865717209279/ Join us dlm wadah pelayanan online ini. Thx again.

    BalasHapus
  2. okay saya sudah join di groupnya. thx. GBU

    salam kenal...

    BalasHapus